Jumat, 09 Januari 2015

Bab III Kesimpulan

PENUTUP 1. Gadai adalah suatu hak yang diperoleh sesorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seseorang berutang atau oleh orang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang yang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan. 2. Pegadaian syari’ah adalah pegadaian yang dalam menjalankan operasionalnya berpegang kepada prinsip syari’ah. Payung gadai syari’ah dalm hal pemenuhan prinsip-prinsip syari’ah berpegang pada fatwa DSN-MUI No. 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan. Sedangkan dalam aspek kelembagaan tetap menginduk kepada Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1990 tanggal 10 April 1990. 3. Pegadaian syari’ah dilakukan dengan dua akad, yaitu : a. Akad rahn b. Akad Ijarah 4. Jenis barang yang dapat diterima sebagai barang pada prinsipnya adalah barang bergerak. 5. Kegiatan usaha pegadaian yaitu : a. Penghimpunan dana b. Penggunaan dana c. Produk dan jasa perum pegadaian 6. Produk pegadaian yang diterbitkan oleh perum pegadaian antara lain : Kredit KCA, Kreasi, Kreasida, Jasa Taksiran, Jasa Titipan, Gadai Gabah,Gadai Investa, KRISTA. 7. Mekanisme produk gadai syari’ah antara lain : a. Produk gadai (Ar-Rahn) b. Produk ARRUM c. Produk gadai emas di bank syari’ah. DAFTAR PUSTAKA Kasmir, 2009, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta : Rajawali pers Soemitra Andri, 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Jakarta : Kencana Prenada Media Group http://boniephoel.wordpress.com/2010/04/26/lembaga-keuangan-bukan-bank/ http://hendrakholid.net/blog/2009/05/18/pegadaian-syariah-makalah/ http://adhitchemonk.blogspot.com/2011/04/tentang-pegadaian-dan-koperasi.html http://hendra-ssetyawan.blogspot.com/2010/11/manfaat-pegadaian.html

BAB II Pembahasan

2.1 Pengertian Pegadaian Pegadaian menurut Susilo (1999) adalah suatu hak yang diperoleh oleh seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang yang mempunyai utang atau oleh oarang lain atas nama orang yang mempunyai utang atau oleh oarang lain atas nama orang yang mempunyai utang. Seorang yang berutang tersebut memberikan kekuasaan kepada orang lain yang berpiutang untuk menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan untuk melunasi utang apabila ihak yang berutang tidak dapat melunasi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Gadai menurut Undang-Undang Hukum Perdata (Burgenlijk Wetbiek) Buku II Bab XX pasal 1150, adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau orang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada yang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang tersebut digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan. Perusahaan umum pegadaian adalah suatu badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana masyarakat atas dasar hukum gadai. Gadai dalam fiqh disebut rahn, yang menurut bahasa adalah nama barang yang dijadikan sebagai jaminan kepercayaan. Sedangkan menurut syara’ artinya menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat diambil sebagai tebusan. Dalam defenisinya rahn adalah barang yang digadaikan. Rahin adalah orang yang menggadaikan. Pegadaian syari’ah adalah pegadaian yang dalam menjalankan operasionalnya berpegang kepada prinsip syari’ah. Payung gadai syari’ah dalm hal pemenuhan prinsip-prinsip syari’ah berpegang pada fatwa DSN-MUI No. 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan. Sedangkan dalam aspek kelembagaan tetap menginduk kepada Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1990 tanggal 10 April 1990. 2.2 Sejarah dan Perkembangan Pegadaian Pegadaian atau Pawn Shop merupakan lembaga perkreditan dengan sistem gadai. Lembaga semacam ini pada awalnya berkembang di Italia yang kemudian dipraktekkan di wilayah-wilayah Eropa lainnya, misalnya Inggris dan Belanda. Sistem gadai tersebut memasuki Indonesia dibawa dan dikembangkan oleh orang Belanda (VOC), yaitu sekitar abad ke-19. Bentuk usaha pegadaian di Indonesia berawal dari Bank Van Lening pada masa VOC yang mempunyai tugas memberikan pinjaman uang keada masyarakat dengan jaminan gadai. Sejak itu bentuk usaha pegadaian telah mengalami beberapa kali perubahan sejalan dengan perubahan peraturan-peraturan yang mengaturnya. Peda mulanya usaha pegadaian di Indonesia dilaksanakan oleh pihak swasta, kemudian pada awal abad ke 20 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda melalui Staatsblad tahun 1901 Nomor 131 tanggal 12 Maret 1901 didirikan rumah gadai pemerintah (Hindia Belanda) di Sukabumi, Jawa Barat. Dengan dikeluarkannya peraturan tersebut, maka pelaksanaan gadai dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda sebYGagaimana diatur dalam staatblad tahun 1901 Nomor 131 tersebut sebagai berikut :”kedua sejak saat itu dibagian Sukabumi kepada siapapun tidak akan diperkenankan untuk memberi gadai atau dalam bentuk jual beli dengan hak membeli kembali, meminjam uang tidak melebihi seratus Gulden, dengan hukuman tergantung kepada kebangsaan para pelanggar yang diancam dalam pasal 337 KUHP bagi orang-orang Eropa dan pasal 339 KUHP bagi orang-orang Bumiputera”. Selanjutnya, dengan staatblad 1930 No. 226 Rumah Gadai tersebut mendapat status Dinas Pegadaian sebagai Perusahaan Negara dalam arti Undang-Undang perusahaan Hindia Belanda (Lembaran Negara Hindia Belanda 1927 No.419). Pada masa selnjutnya, pegadaian milik pemerintah tetap diberi fasilitas monopoli atas kegiatan pegadaian di Indonesia. Dinas pegadaian mengalami beberapa kali perubahan bentuk badan hukum, sehingga akhirnya pada tahun 1990 menjadi Perusahaan Negara (PN) pegadaian, pada tahun 1969 Perusahaan Negara Pegadaian diubah menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan) pegadaian, dan pada tahun 1990 Perusahaan Jawatan Pegadaian diubah menjadi Perusahaan umum (PERUM) pegadaian melalui Peraturan Pemerinah nomor 10 Tahun 1990 Tanggal 10 April 1990. Peda waktu pegadaian masih berbentuk Perusahaan Jawatan, misi sosial dari pegadaian merupakan satu-satunya acuan yang digunakan oleh manajernya dalam mengelola pegadaian. Pengelolaan pegadaian bisa dilaksanakan meskipun perusahaan tersebut mengalami kerugian. Sejak stausnya diubah menjadi Perusahaan Umum, keadaan tersebut tidak sepenuhnya dapat dipertahankan lagi. Disamping berusaha memberikan pelayanan umum berupa penyediaan dana atas dasar hukum gadai, manajemen perum pegadaian juga berusaha agar pengelolaan usaha ini sedapat mungkin tidak mengalami kerugian. Perum pegadaian diharapkan akan dapat mengalami keuntungan atau setidaknya penerimaan yang didapat mampu menutup seluruh biaya dan pengeluarannya sendiri. Kantor pusat Perum berkedudukan di Jakarta dan dibantu oleh kantor daerah, kantor perwakilan daerah dan kantor cabang. Saat ini jaringan usaha Perum Pegadaian telah meliputi lebih dari 500 cabang yang tersebar diseluruh. 2.3 Ketentuan Hukum Gadai Syari’ah Rukun gadai : 1. Adanya ijab dan qabul 2. Adanya pihak yang berakad, yaitu pihak yang menggadaikan (rahn) dan yang menerima gadai (murtahin) 3. Adanya jaminan (marhun) berupa barang atau harta 4. Adanya utang (marhun bih) Syarat sah gadai : 1. Rahn dan murtahin dengan syarat-syarat : kemampuan juga berarti kelayakan seserang untuk melakukan transaksi pemilikan, setiap orang yang sah melakukan jual beli sah melakukan gadai. 2. Sighat dengan syarat tidak boleh terkait dengan masa yang akan datang dan syarat-syarat tertentu. 3. Utang (marhun bih) dengan syarat harus merupakan hak yang wajib diberikan atau diserahkan kepada pemiliknya, memungkinkan pemanfaatannya bila sesuatu yang menjadi utang itu tidak bisa dimanfaatkan maka tidak sah, harus dikuantifikasi atau dapat dihitung jumlahnya bila tidak dapat diukur atau tidak dikuantifikasi, rahn tidak sah. 4. Barang (marhun) dengan syarat harus bisa diperjualbelikan, harus berupa harta yang bernilai, marhun harus bisa dimanfaatkan secara syari’ah, harus diketahui keadaan fisiknya, harus dimiliki oleh rahn setidaknya harus seizin pemiliknya. Menurut fatwa DSN-MUI No.26/DSN-MUI/III/2002 gadai emas syari’ah harus memenuhi ketentuan umum berikut : 1. Rahn emas dibolehkan berdasarkan prinsip rahn. 2. Ongkos dan biaya penyimpanan barang (marhun) ditanggung oleh penggadai (rahn). 3. Ongkos penyimpanan besarnya didasarkan pada pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan. 4. Biaya penyimpanan barang (marhun) dilakukan berdasarkan akad Ijarah. Pada dasarnya pegadaian syari’ah berjalan di atas dua akad transaksi syari’ah yaitu : 1. Akad Rahn. Rahn adalah menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian piutngnya. Dengan akad ini, pegadaian menahan barang bergerak sebagai jaminan atas utang nasabah. 2. Akad Ijarah. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendiri melelui akad ini dimungkinkan bagi pegadaian untuk menarik sewa atas penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah melakukan akad. 2.3 Tujuan Pegadaian Tujuan dari Perum Pegadaian adalah sebagai berikut : 1. Turut melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya melalui penyaluran uang pembiayaan/pinjaman atas dasar hukum gadai. 2. Pencegahan praktik ijon, pegadaian gelap, dan pinjaman tidak wajar lainnya. 3. Pemanfaatan gadai bebas bunga pada gadai syari’ah memiliki efek jaring pengaman sosial karena masyarakat yang butuh dana mendesak tidak lagi dijerat pinjaman/pembiayaan bebas bunga. 2.4 Tugas Pokok Pegadaian Tugas pokok pegadaian yaitu sebagai berikut : 1. Menyalurkan uang pinjaman atas dasar hukum gadai dan uasha-usaha lain yang berhubungan dengan tujuan pegadaian atas dasar materi. 2. Memberi pinjaman kepada masyarakat atas dasar hukum gadai agar masyarakat tidadirugikan oleh kegiatan lembaga keuangan non formal yang cenderung memanfaatkan kebutuhan dana mendesak dari masyarakat. 2.5 Fungsi Pokok Pegadaian 1. Mengelola penyaluran uang pinjama atas dasar hukum gadai dengan cara mudah, cepat, aman dan hemat. 2. Menciptakan dan mengembangkan usaha-usaha lain yang menguntungkan bagi pegadaian maupun masyarakat. 3. Mengelola keuangan perlengkapan, kepegawaian, pendidikan dan pelatihan. 4. Mengelola organisasi, tata kerja dan tata laksana pegadaian. 5. Melakukan penelitian dan pengembangan serta mengawasi pengelolaan pegadaian. 2.6 Jenis- Jenis Barang yang Dapat Digadaikan 1. Barang perhiasan Perhiasan yang terbuat dari emas, perak, platina , intan, mutiara dan batu mulia. 2. Kendaraan Mobil, sepeda motor, sepeda, becak, bajai, dan lain-lain. 3. Barang elektronik Kamera, lemari es, freezer, radio, tape recorder, video player, televisi, komputer, laptop, handphone, dan lain-lain. 4. Barang rumah tangga Perlengkapan dapur, peralatan makan dan lain-lain. 5. Mesin-mesin Mesin jahit dan mesin kapal motor. 6. Tekstil Pakaian, permadani atau kain batik/sarung. 7. Barang lain yang dianggap bernilai oleh perum pegadaian seperti surat-surat berharga baik dalam bentuk saham, obligasi, maupun surat-surat berharga lainnya. 2.7 Jenis-Jenis Barang yang tidak Dapat Digadaikan. 1. Binatang ternak, karena memerlukan tempat penyipanan khusus dan memerlukan cara pemeliharaan khusus. 2. Hasil bumi, karena mudah busuk atau rusak. 3. Barang dagangan dalam jumlah besar, karena memerlukan tempat penyimpanan sangat besar yang tidak dimiliki oleh pegadaian. 4. Barang yang ceat rusak, busuk atau susut. 5. Barang yang amat kotor. 6. Kendaraan yang sangat besar. 7. Barang-barang seni yang sulit ditaksir. 8. Barang yang sangat mudah terbakar. 9. Senjata api, amunisi dan mesiu. 10. Barang yang disewabelikan. 11. Barang milik pemerintah. 12. Barang ilegal.

Transaksi emas dipegadaian syariah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan kegiatan ekonomi tersebut, kebutuhan akan pendanaan pun semakin meningkat. Kebutuhan pendanaan tersebut sebagian besar dapat dipenuhi melalui kegiatan pinjam meminjam. Kegiatan pinjam meminjam ini dilakukan oleh perseorangan atau badan hukum dengan suatu lembaga, baik lembaga informal maupun formal. Indonesia yang sebagian masyarakatnya masih berada di garis kemiskinan cenderung memilih melakukan kegiatan pinjam meminjam kepada lembaga informal seperti rentenir. Kecendrungan ini dilakukan karena mudahnya persyaratan yang harus dipenuhi, mudah diakses dan dapat dilakukan dengan relatif singkat. Namun, di bali kemudahan tersebut, rentenir atau sejenisnya menekan masyarakat dengan meninggikan bunga. Jika masyarakat melihat keadaan lembaga formal yang dapat dipergunakan untuk melakukan pinjam meminjam, mungkin masyarakat akan cenderung memilih lembaga formal tersebut untuk memenuhi kebutuhan dananya. Lembaga formal tersebut dibagi menjadi dua yaitu Lembaga Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank. Saat ini masih terdapat kesan terhadap masyarakat bahwa meminjam ke bank adalah suatu hal yang lebih membanggakan dibandingkan dengan lembaga formal lain, padahal dalam prosesnya memerlukan waktu yang cukup lama dan cukup rumit. Padahal, pemerintah telah memfasilitasi masyarakat dengan Perum Pegadaian yang menawarkan akses yang lebih mudah, proses yang jauh lebih singkat dan persyaratan yang relatif sederhana dan mempermudah masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dana. Namun, sejauh mana kesinambungan antara teori dan prinsip-prinsip mengenai gadai dengan aplikasi yang telah diterapkan Perum Pegadaian ? 1.2 Batasan Masalah 1. Apa pengertian pegadaian? 2. Bagaimana sejarah dan perkembangan pegadaian ? 3. Apa tujuan pegadaian ? 4. Apa tugas pokok pegadaian ? 5. Apa saja fungsi pokok pegadaian ? 6. Apa saja jenis-jenis barang yang dapat digadaikan ? 7. Apa saja jenis-jenis barang yang tidak dapat digadaikan ? 8. Apa saja kegiatan usaha pegadaian ? 9. Apa manfaat pegadaian ? 10. Dari mana sumber pendanaan diperoleh ? 1.3 Tujuan yang Ingin Dicapai Dalam penyusunan Makalah ini, kami mempunyai beberapa tujuan, yaitu: 1. Untuk mengetahui pengertian pegadaian 2. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan pegadaian 3. Untuk mengetahui tujuan pegadaian 4. Untuk mengetahui tugas pokok pegadaian 5. Untuk mengetahui fungsi pokok pegadaian 6. Untuk mengetahui jenis-jenis barang yang dapat digadaikan 7. Untuk mengetahui jenis-jenis barang yang tidak dapat digadaikan 8. Untuk mengetahui kegiatan usaha pegadaian 9. Untuk mengetahui manfaat pegadaian 10. Untuk mengetahui sumber pendanaan yang diperoleh 1.4 Metode Penulisan Dalam penyelesaian penyusunan makalah ini kami menggunakan studi kepustakaan, yaitu dengan mencari buku-buku yang berhubungan dengan Lembaga Keuangan Bukan Bank serta mengambil beberapa literatur dari internet. 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari tiga bab yaitu pendahuluan, pembahasan dan penutup. Pada bab satu, kami sajikan pendahuluan yang berisi latar belakang yang merupakan alasan kami untuk membahas judul makalah, yang kedua adalah pembatasan makalah agar pembahasan makalah ini tidak simpangsiur adanya. Yang ketiga adalah tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini. Selanjutnya, metode penulisan yang kami gunakan. Dan yang terakhir adalah sistematika penulisan makalah. Di dalam bab dua, kami sajikan pembahasan makalah sesuai dengan judul yang telah ditentukan. Yang terakhir, bab tiga yang menyajikan kesimpulan dan saran sebagai penutup.

Mereview Transaksi Emas Dipegadaian Syariah

- Objective penelitian yang dilakukan ? • Peneliti melakukan peneliti di bidang Perbankkan dalam proses Transaksi Gadai Emas di Pegadaian Syariah - Mengapa peneliti memilih permasalahan tersebut ? • Karena, ada ketertarikan peneliti terhadap proses transaksi gadai emas di pegadaian syariah yang semakin digemari oleh raykat Indonesia akhir-akhir pekan ini - Apa permasalahan yang ingin diselesaikan oleh peneliti ? • Masalah yang membedakan antara transaksi syariah dan transaksi biasa dalam proses transaksi gadai emas - Apa solusi yang dipakai oleh peneliti untuk menyelesaikan permasalahan ? • Peneliti menggunakan solusi dengan kuisoner terhadap penelitian - Apakah uji coba tersebut berhasil atau tidak ? • Berhasil, dan akhirnya peneliti puas dengan hasil dari penelitiannya - Apakah ada masalah penelitian yang belum terselesaikan ? • Tidak, karena proses yang panjang dalam penelitian yang akhirnya bisa menyelesaikan masalah-masalah dalam proses penelitian - Apakah kesimpulan sudah menjawab semua problem yang diajukan pada bagian pendahuluan ? • Sudah, karena dibagian pendahuluan kita mengambil bahan dari penelitian dengan kuisioner yang sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan. - Apakah anda mempunyai ide untuk menyelesaikan permasalahan tersebut ? • Ide yang dituangkan dalam penelitian ini diliat dari situasi tempat pegadaian dan yang sedang diminati oleh masyarakat akhir-akhir pekan ini. - Apakah referensi yang digunakan uptodate(tahun-tahun terakhir atau sudah terlalu lama? • Uptodate, ditahun yang benar-benar transaksi emas dipegadaian sedang banyak diminati atau digandrumi oleh masyarakat setempat - Bagaimana peneliti mendesain uji coba untuk menguji sistem yang dibuat ? • Dengan mengumpulkan pertanyaan-pertanyaan dan meminta waktunya sebentar untuk raykat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sudah disiapkan - Dimana letak kelemahaan dari penelitian tersebut(isi,penyajian,dll)? • Dibagian pendahuluan ada kelemahan yaitu dimana data yang sudah diperoleh susah untuk dikelolanya dengan benar yang ditunjang dengan waktu yang sangat sedikit untuk meneliti transaksi emas dipegadaian syariah